Fungsi dari Pemeriksaan Setempat (Gerechtelijke Plaatsopneming) sebagai Salah Satu Alat Bukti dalam Perkara Perdata



Fungsi dari Pemeriksaan Setempat (Gerechtelijke Plaatsopneming) sebagai Salah Satu Alat Bukti dalam Perkara Perdata


       Persiapan yang sebelumnya harus dilakukan sebelum melakukan Pemeriksaan Setempat(Gerechtelijk Plaatsopneming) adalah pembayaran biaya pemeriksaan setempat, memberitahukan melalui surat kepada Kepala Desa/Lurah setempat akan dilakukan pemeriksaan setempat dan meminta bantuan kepada Badan Pertanahan Nasional setempat untuk melakukan pengukuran atas tanah sengketa (jika objek sengketa berupa tanah). Terhadap biaya pemeriksaan setempat dibebankan kepada pihakyang meminta diadakan pemeriksaan setempat, apabila pemeriksaan setempat tersebut diadakan atas perintah Hakim/Majelis Hakim maka biaya pemeriksaan setempat dibebankan kepada pihak Penggugat atau Tergugat menurut pertimbangan Hakim/Majelis Hakim secara realistis dan patut dengan memperhatikan pihak yang berkepentingan (the most interested party), dalam hal ini adalah Penggugat sehingga sudah sepatutnya biaya tersebut dibebankan kepada Penggugat terlebih dahulu kemudian kepada Tergugat. Mahkamah Agung pada tanggal 15 November 2001 telah mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan Setempat, SEMA ini dikeluarkan agar Ketua/Majelis Hakim yang memeriksa perkara perdata:

1. Mengadakan Pemeriksaan Setempat atas obyek perkara yang perlu dilakukan oleh Majelis Hakim dengan dibantu oleh Panitera Pengganti baik atas inisiatif Hakim karena merasa perlu mendapatkan penjelasan/keterangan yang lebih rinci atas obyek perkara maupun karen adiajukan eksepsi atau atas permintaan salah satu pihak yang berperkara;

2. Apabila dibandingkan perlu dan atas persetujuan para pihak yang berperkara dapat pula dilakukan Pengukuran dan Pembuatan Gambar Situasi Tanah/Objek Perkara yang dilakukan oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional setempat dengan biaya yang disepakati oleh kedua belah pihak,apakah akan ditanggung oleh Penggugat atau dibiayai bersama dengan Tergugat;

3. Dalam melakukan Pemeriksaan Setempat agar memperhatikan ketentuan Pasal 150 HIR/180 Rbg. Dan Petunjuk Mahkamah Agung tentang Biaya Pemeriksaan Setempat (SEMA Nomor 5 Tahun 1999 point 8) dan Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan Setempat.

       Berdasarkan SEMA tersebut pada intinya Mahkamah Agung ingin menjelaskan bahwasanya pada kenyataannya sering kali ketika barang atau objek sengketa yang hendak dieksekusi, akan tetapi eksekusi tersebut tidak bisa dilaksanakan akibat letak objek, luas objek, dan batas-batasnya tidak sesuai dengan isi gugatan si Penggugat. Hal itulah yang melandasi lahirnya Surat Edaran Mahkamah Agung(SEMA) Nomor 7 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan Setempat tersebut. 

       Pemeriksaan Setempat tersebut berfungsi untuk mencocokan dalil gugatan Penggugat baik mengenai objek perkara itu apa atau apa saja, banyak atau luasnya berapa, letaknya dimana dengan menyebutkan secara detail misalnya jalan, desa,kecamatan, kabupaten, kemudian berbatasan dengan apa/harta milik siapa. Hal ini ditujukan untuk mempermudah Hakim/Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusannya, apakah suatu gugatan dapat dikabulkan atau ditolak, atau apakah gugatan kabur sehingga tidak dapat diterima.

       Sehingga apabila Pemeriksaan Setempat tidak dilaksanakan maka bisa jadi Hakim/Majelis Hakimakan salah dalam menjatuhkan putusannya karenatidak melaksanakan pemeriksaan di objek sengketa,sehingga tidak dapat terbukti dengan akurat bahwa gugatan Penggugat yang mendalilkan:

1. Bahwa adanya objek atau beberapa objek sengketa sebagaimana gugatan Penggugat, padahal objek gugatan tersebut tidak ada. Sebagai contoh dalam suatu gugatan, Penggugat mendalilkan bahwa Penggugat memiliki sebidang tanah kebun yang terletak di pinggir sungai dan dijadikan lokasi tempat pengolahan material galian C oleh Tergugat. Penggugat dalam tuntutannya memohon:

a. Agar objek sengketa tersebut dikembalikan kepada Penggugat.

b. Agar kerugian Penggugat selama Tergugat menguasai objek sengketa dibayar ganti ruginya oleh Tergugat.

c. Agar Tergugat dihukum membayar uang paksa (dwang som) dalam jumlah tertentu apabila Tergugat tidak melaksanakan tuntutan Penggugat setelah putusan berkekuatan hukum tetap (BHT).

d. Agar putusan dalam perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum Verzet, Banding dan Kasasi.

e. Agar segala biaya yang timbul dalam perkara ini dibayar oleh Tergugat.

Kemudian atas gugatan Penggugat tersebut, Hakim/Majelis Hakim mengabulkan seluruh gugatan Penggugat dan menghukum Tergugat membayar biaya perkara. Namun Hakim/Majelis Hakim tanpa terlebih dahulu melaksanakan pemeriksaan di objek perkara langsung mengabulkan gugatan Penggugat. Sehingga dalam pelaksanaan putusan (eksekusi) perkara ini tidak dapat dilaksanakan (non eksekutabel), karena objek pokok perkara ternyata tidak ada.

2. Bahwa luas objek sengketa sebagaimana yang didalilkan oleh Penggugat dalam gugatannya, tidak benar dan tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Dalam hal ini apabila hakim tidak melakukan pemeriksaan setempat secara teliti tetapi dalam putusannya langsung mengabulkan luas objek perkara sama seperti dalil gugatan Penggugat, dalam pelaksanaan Putusan maka dapat terjadi kesalahan tentang luas objek sengketa baik lebih maupun berkurang. Dalam melaksanakan putusan perkara tersebut, akan berdampak salah melakukan sita eksekusi terhadap harta yang bukan milik Tergugat (harta milik orang lain).

3. Bahwa letak objek sengketa sebagaimana yang didalilkan dalam gugatan Penggugat ternyata tidak benar letaknya. Dalam hal ini Hakim/Majelis Hakim seharusnya memeriksa secara langsung ditempat objek sengketa berada. Karena tentang letak objek sengketa menentukan wilayah hukum dan kewenangan mengadili suatu perkara secara relatif. Walaupun hanya kewenangan relatif artinya harus ada eksekusi dari pihak Tergugat, namun dalam pelaksanaan putusan atau eksekusi akan timbul kendala bahwa Pengadilan yang memutuskan perkara tidak berwenang melaksanakan eksekusi, karena kewenangan melaksanakan eksekusi perkara perdata ada pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum beradanya objek sengketa. Sedangkan, juru sita yang akan melaksanakan eksekusi tidak pernah tahu dimana sebenarnya letak objek sengketa.

4. Bahwa batas-batas objek sengketa yang didalilkan tidak sesuai dengan fakta di objek sengketa. Misalnya Penggugat mendalilkan tidak sesuai dengan fakta di objek sengketa disatu arah mata angin berbatasan dengan jalan raya, padahal faktanya objek sengketa tersebut berbatasan dengan rumah milik orang lain dan di objek sengketa tersebut jalan raya letaknya jauh dari objek sengketa. Apabila Hakim/Majelis Hakim tidak melakukan Pemeriksaan Setempat, maka bisa saja Hakim/Majelis Hakim salah dalam melakukan eksekusi terhadap objek sengketa tersebut

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adagium Hukum Terkenal yang Wajib Dipahami Anak Hukum

Struktur Lembaga Negara Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945

KUHPerdata [KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA]