Tata Cara Pemeriksaan Setempat (Gerechtelijke Plaatsopneming) dalam Pembuktian Perkara Perdata
Tata Cara Pemeriksaan Setempat (Gerechtelijke Plaatsopneming) dalam Pembuktian Perkara Perdata
Pemeriksaan setempat (gerechtelijke plaatsopneming) adalah sarana yang disediakan oleh peraturan perundang-undangan kepada Hakim atau Majelis Hakim guna memperjelas suatu fakta atau objek yang sedang disengketakan, yang mana pemeriksaan setempat adalah pemeriksaan atau sidang yang dilakukan oleh Hakim/Majelis Hakim Perdata di tempat objek yang sedang disengketakan berada. Hakim/Majelis Hakim tersebut datang ketempat objek (pada umumnya tanah) untuk dilihat secara langsung keadaan objek atau tanah tersebut mulai dari letaknya, ukurannya, serta batas-batasnya.
Seorang Hakim maupun Majelis Hakim dalam melaksanakan pemeriksaan setempat tidak hanya mempertimbangkan proses pembuktiannya tetapi juga kemanfaatan dari alat bukti tersebut bagi Hakim sendiri yaitu dalam memberikan petunjuk pada Hakim/Majelis Hakim untuk menentukan hukumnya yang dapat menjadi pertimbangan bagi Hakim/Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan. Pemeriksaan setempat secara khusus tidak dimuat dalam Pasal 164 HIR sebagai alat bukti, tetapi oleh karena tujuan dari pemeriksaan setempat ialah agar Hakim memperoleh kepastian tentang peristiwa yang menjadi sengketa, maka pemeriksaan setempat ini nyatanya oleh Hakim sudah dipakai sebagai alat bukti.
Hal ini dapat disimpulkan bahwasanya pemeriksaan setempat dapat dilakukan oleh Hakim karena jabatannya atau atas permintaan para pihak itu sendiri. Ropaun Rambe dalam bukunya “Hukum Acara Lengkap Cetakan Keenam” mengatakan dikabulkan atau tidaknya permintaan untuk melakukan pemeriksaan setempat adalah merupakan kewenangan sepenuhnya dari judex facti. Judex facti disini diartikan sebagai Majelis Hakim di tingkat pertama yang wajib memeriksa bukti-bukti dari suatu kejadian perkara dan menerapkan aturan serta ketentuan hukum lainnya terhadap fakta-fakta dari perkara tersebut.
Mahkamah Agung sendiri dalam hal pemeriksaan setempat ini telah mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2001, akan tetapi SEMA tersebut pun tidak diatur secara khusus mengenai tata cara pemeriksaan setempat atau prosedur pemeriksaan setempat, sehingga Hakim/Majelis Hakim dalam melakukan pemeriksaan setempat mengikuti kebiasaan pada lazimnya yang telah dilakukan oleh Hakim/Majelis Hakim sebelumnya akan tetapi tetap berpedoman kepada ketentuan Pasal 153 HIR, Pasal 180 Rbg dan Pasal 211 Rv, yang mengatur dalam pelaksanaan setempat harus dihadari oleh para pihak dan datang ke tempat barang terletak, yang untuk selanjutnya Panitera/Panitera Pengganti diharuskan membuat Berita Acara Persidangan dan Hakim/Majelis Hakim yang ditugaskan diharuskan membuat Akta Pendapat yang berisi penilaian atas hasil pemeriksaan yang dilakukan tersebut.
Sebelum melakukan pemeriksaan setempat hal yang pertama sekali harus dilakukan oleh Hakim/Majelis Hakim adalah menentukan jadwal atau kapan akan dilakukan pemeriksaan setempat tersebut oleh Hakim/Majelis Hakim di persidangan dan memberitahukan agar para pihak hadir di acara pemeriksaan tersebut pada waktu yang telah ditentukan. Selanjutnya Juru Sita/Juru Sita Pengganti memberitahukan via surat kepada Kepala Desa (Geuchik) di tempat objek sengketa berada agar dapat hadir pada saat Pengadilan mengadakan pemeriksaan setempat tersebut. Apabila diperlukan Pengadilan dapat meminta bantuan kepada aparat keamanan setempat (TNI/POLRI) guna untuk memperlancar jalannya pemeriksaan setempat.Pembuktian sidang ini dapat dilakukan di ruang sidang pengadilan, di kantor kepala desa ataupun di objek sengketa.
Setelah semua pihak hadir selanjutnya Hakim Ketua Majelis secara resmi membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum. Kemudian Hakim/Hakim Ketua menjelaskan kepada seluruh pihak yang hadir tentang maksud dan tujuan kedatangan mereka ke objek perkara tersebut adalah untuk memastikan atau memperjelas keadaan objek sengketa apakah sesuai dengan gugatan Penggugat baik apa yang menjadi objek, letak objek, luas objek,batas-batas dan keadaan-keadaan sebagaimana posita gugatan Penggugat dan mejelaskan pula bahw aterhadap pihak-pihak yang keberatan (Tergugat/TurutTergugat/Intervenient/ Kepala Desa) dapat memberikan keterangan apabila terdapat perbedaan pendapat dengan pihak Penggugat.
Selanjutnya Hakim/Majelis Hakim, Panitera/Panitera Pengganti, dan Juru Sita/Juru Sita Pengganti bersama-sama dengan para pihak yang hadir menuju lokasi objek yang akan diperiksa dan melakukan pemeriksaan. Pertama sekali yang dimintai keterangan adalah dari Pihak Penggugat sesuai dengan isi gugatannya, selanjutnya mengenai letak atau wilayah objek sengketa dan batas-batas dimintakan keterangannya dari Kepala Desa(Geuchik), setelah itu dimintakan pula keterangan dari Pihak Tergugat/Turut Tergugat/Intervenient secara berurutan mengenai pendapatnya tentang objek sengketa tersebut. Setelah seluruh pihak terkait selesai memberikan keterangan dan Hakim/Majelis Hakim merasa sudah cukup maka sidang dinyatakan ditutup dan menetapkan hari sidang selanjutnya dengan agenda sesuai dengan keadaan masingmasing perkara serta memberitahukan kedua belah pihak yang berperkara agar hadir di persidangan yang telah ditetapkan tersebut tanpa dipanggil lagi. Selanjutnya seluruh proses pemeriksaan tersebut dituangkan dalam Berita Acara Persidangan oleh Panitera/Panitera Pengganti.
Komentar