Karakteristik dan Estetika Hukum Islam



Karakteristik dan Estetika Hukum Islam


Takâmul

~> Hukum Islam membentuk umat dalam satu kesatuan yang bulat walaupun berbeda-beda. Yang dimaksud dengan takâmul ialah “lengkap, sempurna, dan bulat, berkumpul padanya aneka pandangan hidup.” Hukum Islam menghimpun segala sudut dan segi yang berbeda-beda dalam satu kesatuan. Karenanya, hukum Islam tidak menghendaki adanya pertentangan antara ushûl dengan furû’. Satu sama lain saling melengkapi, saling menguatkan, dapat diibaratkan serupa batang pohon yang semakin banyak cabang dan rantingnya ia semakin kokoh dan teguh, semakin subur pertumbuhannya, semakin segar kehidupannya.

~> Hukum Islam bersifat syumûl, dapat melayani secara menyeluruh terhadap golongan yang tetap bertahan pada apa yang sudah usang dan dapat melayani golongan yang ingin mendatangkan pembaruan. Hukum Islam dapat melayani ahl al-‘aql dan ahl an-naql, dapat melayani ahl al-kitâb wa assunnah, sebagaimana dapat melayani ahl ar-ra’yi wa al-qiyâs dan mampu berasimilasi dengan segala bentuk masyarakat dengan beragam tingkat kecerdasan.

~> Di dalam berasimilasi, hukum Islam memberi dan menerima, menolak dan membantah menurut kaedah-kaedah yang telah ditetapkan. Dengan teguh ia memelihara kepribadiannya. Namun demikian ia tidak membeku, tidak jumud, dan tidak berlebih-lebihan. Teori syumûl berwujud dalam dalam kemampuannya menampung segala perkembangan dan segala kecenderungan serta dapat berjalan seiring dengan perkembangan– perkembangan dan menuangkannya dalam suatu aturan. Hukum Islam sanggup mempertemukan antara hal-hal yang bertentangan dengan luwes dan lurus tanpa perlu memihak pada suatu pihak. Hukum Islam menghimpun antara hidup secara kolegial dengan hidup secara individual, tanpa bertentangan antara fardiyyah dan jamâ’iyyah. Manusia tersusun dari ruh dan mâddah (materi), fikir dan hati. Dan Islam mempunyai azas mengawinkan antara rûhiy (kejiwaan) dan mâddiy (kebendaan), tidak mempertentangkan antara keduanya. Karenanya hukum Islam meliputi berbagai bidang kehidupan manusia: ibadat, muamalat, siyasah, jinayah, dan lain-lain.


Bersifat Universal

~> Hukum Islam bersifat universal, mencakup seluruh manusia di dunia tidak dibatasi oleh faktor geografis atau batasan teritori. Hal ini terlihat dalam sumber utama hukum Islam dalam konteks sejarah Rasul dengan memfokuskan dakwah mengenai tauhid seperti panggilan yâ ayyuha an-nâs, walaupun pada persoalan hukum hanya khusus umat Islam saja.

~> Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekalikali kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

~> Al-Baqarah: 110 menguraikan pesan:

Artinya: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”


Moralitas (Akhlaqi)

~> Moral dan akhlak sangat penting dalam pergaulan hidup di dunia ini. Oleh karena itu, Allah sengaja mengutus Nabi untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Sebagaimana juga Allah memerintahkan umat Islam untuk mengambil contoh teladan dari moral Nabi dalam surat al-Ahzâb: 21:

~> Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

~> Relasi antara moral dan hukum adalah merupakan karakteristik terpenting dari kajian hukum Islam. Dalam hukum Islam antara keduanya tidak ada pemisahan, jadi pembahasan hukum Islam juga di dalamnya termasuk pembahasan moralitas. Berbeda halnya dalam kajian hukum Barat, yang jelas-jelas memisahkan dengan tegas antara hukum dan moral. Dari kedua perbedaan ini ternyata mempunyai implikasi sangat besar dalam praktek hukum di masyarakat.


Sempurna

~> Syariat Islam diturunkan dalam bentuk yang umum dan garis besar permasalahan. Oleh karena itu, hukum-hukumnya bersifat tetap, tidak berubah-ubah sebab perubahan masa dan tempat. Untuk hukum yang lebih rinci, syariat Islam hanya menetapkan kaidah dan memberikan patokan umum. Penjelasan dan rinciannya diserahkan pada ijtihad ulama dan cendekia.

~> Dengan menetapkan patokan tersebut, syariat Islam dapat benar-benar menjadi petunjuk universal, dapat diterima di semua tempat dan saat. Setiap saat umat manusia dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan garis kebijakan al-Quran, sehingga mereka tidak melenceng. Penetapan al-Quran tentang hukum dalam bentuk yang global dan simpel itu dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada umat manusia untuk melakukan ijtihad sesuai dengan situasi dan kondisi zaman. Dengan sifatnya yang global itu diharapkan hukum Islam dapat berlaku sepanjang masa.


Elastis dan sistematis

~> Hukum juga bersifat elastis (luwes), ia meliputi segala bidang dan lapangan kehidupan manusia. Permasalahan kemanusiaan, kehidupan jasmani dan rohani, hubungan sesama makhluk, hubungan makhluk dengan khalik serta tuntutan hidup dunia akhirat terkandung dalam ajarannya. Hukum Islam memperhatikan berbagai segi kehidupan, baik muamalah, ibadah, jinayah, dan lainnya. Meski demikian ia tidaklah kaku, keras, dan memaksa. Ia hanya memberikan kaidah umum yang seharusnya dijalankan oleh umat manusia. Dengan demikian umat Islam dapat mennumbuhkan dan mengembangkan proses ijtihad, yang menurut Iqbal disebut prinsip gerak dalam Islam. Ijtihad merupakan suatu teori yang aktif, produktif, dan konstruktif.

~> Hukum Islam juga bersifat sistematis. Dalam artian bahwa hukum Islam mencerminkan sejumlah aturan yang bertalian secara logis. Beberapa lembaganya saling berhubungan satu dengan yang lain. Perintah salat senantiasa diiringi dengan perintah zakat dan lainnya. Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa hukum Islam tidak mengajarkan spiritual mandul. Dalam hukum Islam seseorang dilarang hanya bermuamalah dengan Allah dan melupakan dunia. Seorang muslim diperintahkan mencari rizki, tetapi hukum Islam melarang sifat imperial dan kolonial ketika mencari rizki tersebut. Karena hukum Islam tidak akan bisa dilakanakan apabila diterapkan sebagian dan ditinggalkan sebagian yang lainnya


Harakah (bergerak)

~> Dari segi harakah, hukum Islam mempunyai kemampuan bergerak dan berkembang, mempunyai daya hidup, dapat membentuk diri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan. Hukum Islam terpancar dari sumber yang luas dan dalam, yaitu Islam yang memberikan sejumlah aturan hukum yang dapat dipergunakan dalam setiap masa dan tempat oleh manusia. Hukum Islam dalam gerakannya menyertai perkembangan manusia, mempunyai qâidah asâsiyyah, yaitu ijtihad. Ijtihadlah yang akan menjawab segala tantangan masa, dapat memenuhi harapan zaman dengan tetap memelihara kepribadian dan nilai-nilai asasinya.

~> Hukum Islam tidak memungkiri keyataan segala sesuatu yang terjadi seiring perkembangan zaman, baik kenyataan pada diri pribadi seseorang, kehidupan suatu masyarakat, maupun keadaan yang tetap memelihara pendirian pokok.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adagium Hukum Terkenal yang Wajib Dipahami Anak Hukum

Struktur Lembaga Negara Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945

KUHPerdata [KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA]