Kekuatan Pembuktian Pemeriksaan Setempat (Gerechtelijke Plaatsopneming) dalam Pembuktian Perkara Perdata
Kekuatan Pembuktian Pemeriksaan Setempat (Gerechtelijke Plaatsopneming) dalam Pembuktian Perkara Perdata
Pembuktian adalah salah satu upaya yang dilakukan para pihak yang bersengketa guna meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Pembuktian itu sendiri merupakan hal yang sangat penting bagi Hakim/Majelis Hakim untuk menjatuhkan suatu Putusan, apabila Penggugat tidak berhasil untuk membuktikan dalil-dalilnya
yang menjadi dasar gugatannya, maka gugatannya akan ditolak, sedangkan apabila berhasil gugatannya akan dikabulkan
Pembuktian Pemeriksaan Setempat ini dengan alat bukti lain yaitu berupa alat bukti surat/tulisan,saksi, persangkaan, pengakuan, sumpah dan keterangan ahli mempunyai hubungan yang sangat
erat kaitannya karena pembuktian Pemeriksaan Setempat dapat dijadikan sebagai pendukung alat bukti surat/tulisan, saksi, persangkaan,pengakuan,persangkaan, sumpah, maupun keterangan ahli dan dapat dijadikan sebagai bukti tambahan karena pembuktian Pemeriksaan Setempat secara yuridis formal bukan sebagai alat bukti, namun sebagai penguat atau memperjelas fakta atau peristiwa perkara apabila Hakim/Majelis Hakim merasa bahwa
pembuktian yang dilakukan oleh para pihak masih dirasa kurang sehingga Hakim/Majelis Hakim dapat melakukan Pemeriksaan Setempat terhadap semua sengketa Perdata yang obyeknya benda tidak bergerak
dan yang pembuktiannya masih dirasa kurang.Hasil dari Pemeriksaan Setempat dapat digunakan Hakim/Majelis Hakim sebagai bahan pertimbangan dalam menjatuhkan putusan selain alat bukti lainnya (surat/tulisan, saksi, persangkaan,
pengakuan, sumpah dan keterangan ahli.
Sebagai contoh dalam sengketa pembagian warisan yang obyek sengketanya berupa tanah, para pihak yaitu Penggugat dan Tergugat telah melampirkan bukti-bukti surat berupa sertifikat dan kesepakatan para
pihak dan bukti keterangan saksi. Namun dengan adanya bukti surat dan saksi tersebut, Hakim/Majelis Hakim belum ada keyakinan untuk memberi suatu putusan karena masih terdapat ketidakcocokan
antara posita Penggugat, Keterangan Tergugat dan Kesaksian dari Tergugat untuk itu perlu adanya pembuktian lagi yaitu pembuktian Pemeriksaan Setempat yang diatur dalam Pasal 153 HIR.
Sebagaimana diketahui bahwasanya pada tanggal 15 November 2001 Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia (SEMA) Nomor
7 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan Setempat yang mengatur bahwa Para Ketua atau Majelis Hakim untuk melakukan Pemeriksaan Setempat karena banyak perkara perdata yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap namun tidak dapat dieksekusi karena obyek perkara atas barang tidak bergerak tidak sesuai dengan diktum putusan baik mengenai letak, luas, batas-batas maupun situasi pada saat eksekusi akan dilaksanakan. Sehubungan dengan itu pula dasar hasil Pemeriksaan Setempat merupakan fakta yang
ditemukan dalam persidangan, sehingga mempunyai daya kekuatan mengikat kepada Hakim/Majelis Hakim dalam mengambil suatu keputusan. Akan tetapi sifat
daya mengikatnya tidak mutlak karena Hakim/Majelis Hakim bebas menentukan nilai kekuatan pembuktiannya dan dengan adanya Pemeriksaan Setempat tersebut, maka dapat dijelaskan mengenai
variabel nilai kekuatan mengikatnya Pemeriksaan setempat dalam Putusan Peradilan, yaitu:
1. Hasil Pemeriksaan Setempat dapat dijadikan dasar pertimbangan. Prinsip ini tetap bertitik tolak dari kebebasan Hakim/Majelis Hakim untuk menilainya, karena patokan yang digunakan bukan mesti atau wajib dijadikan
dasar pertimbangan, tetapi dapat dijadikan dasar pertimbangan oleh Hakim/Majelis Hakim. Hal inisesuai dengan Putusan MA No.1497K/Sip/1983, bahwa dalam putusan tersebut Hakim/Majelis Hakim/Pengadilan dapat menetapkan luas tanah terperkara berdasarkan hasil Pemeriksaan
Setempat, sedang mengenai batas-batas, tidak begitu relevan, sebab menurut pengalaman sering terjadi perubahan perbatasan tanah sebagai akibat dari peralihan hak milik atas tanah dari
pemegang semula kepada pemilik baru.
2. Dapat dijadikan dasar mengabulkan gugatan. Dalam hal dalil gugatan tentang luasnya tanah dibantah Tergugat, dan kemudian ternyata berdasarkan hasil Pemeriksaan Setempat sama luasnya dengan yang tercantum dalam dalil gugatan, dalam kasus seperti itu hasil pemeriksaan dimaksud dapat dijadikan dasar
pengabulan gugatan. Hal tersebut sesuai dengan Putusan MA No. 3197 K/Sip/1983.10
3. Dapat digunakan menentukan luas daya mengikat yang lain, hasil Pemeriksaan Setempat dapat dijadikan dasar atau fakta untuk menentukan luas objek tanah terperkara. Hal ini sesuai dengan Putusan MA No. 1777 K/Sip/1983, dikatakan bahwa hasil Pemeriksaan Setempat dapat dijadikan dasar untuk memperjelas letak, luas, dan batas objek tanah terperkara.
Sehubungan dengan itu judex facti berwenang untuk menjadikan hasil Pemeriksaan Setempat tersebut untuk menentukan luas objek tanah
terperkara.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pemeriksaan Setempat mempunyai kekuatan mengikat apabila didukung dengan Pembuktian pada Pasal 164 HIR
yaitu berupa alat bukti tertulis/surat (sertifikat tanah),dan keterangan saksi. Sehingga dapat diartikan bahwasanya Pemeriksaan Setempat itu sendiri
mempunyai fungsi untuk memberikan keyakinan kepada Hakim/Majelis Hakim dalam memastikan keadaan obyek sengketa tersebut yaitu berupa tanah terhadap luas, letak dan batas-batasnya. Dengan
demikian Hakim/Majelis Hakim dalam menjatuhkan Putusan telah didasari dengan keyakinan karena alat bukti yang diajukan para pihak telah sesuai dengan
hasil pemeriksaan setempat yang dilakukan oleh Hakim/Majelis Hakim.
Komentar