ORGAN DAN FUNGSI KEKUASAAN NEGARA
A. Pengertian dan Fungsi Kekuasaan Negara
1. Pengertian Negara
Negara adalah sebuah organisasi atau badan tertinggi yang memiliki kewenangan untuk mengatur perihal yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas serta memiliki kewajiban untuk mensejahterakan, melindungi dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pengertian Negara Menurut Para Ahli
1. John Locke dan Rousseau,
negara merupakan suatu badan atau organisasi hasil dari perjanjian masyarakat.
2. Max Weber,
negara adalah sebuah masyarakat yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam wilayah tertentu.
3. Mac Iver,
negara harus memiliki tiga unsur pokok, yaitu wilayah, rakyat, dan pemerintahan.
4. Roger F.Soleau,
negara adalah alat atau dalam kata lain wewenang yang mengendalikan dan mengatur persoalan-persoalan yang bersifat bersama atas nama masyarakat.
5. Prof. Mr. Soenarko,
Negara adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai suatu kedaulatan,
6. Prof. Miriam Budiardjo
memberikan pengertian Negara adalah organisasi dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongankekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. Jadi Negara adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu dan diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah, yang umumnya mempunyai kedaulatan (keluar dan ke dalam).
Pengertian negara dapat ditinjau dari empat sudut yaitu:
1. Negara sebagai organisasi kekuasaan
Negara adalah alat masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan antara manusia dalam masyarakat tersebut. Pengertian ini dikemukakan oleh Logemann dan Harold J. Laski. Logemann menyatakan bahwa negara adalah organisasi kekuasaan yang bertujuan mengatur masyarakatnya dengan kekuasaannya itu. Negara sebagai organisasi kekuasaan pada hakekatnya merupakan suatu tata kerja sama untuk membuat suatu kelompok manusia berbuat atau bersikap sesuai dengan kehendak negara itu.
2. Negara sebagai organisasi politik
Negara adalah asosiasi yang berfungsi memelihara ketertiban dalam masyarakat berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang diberi kekuasaan memaksa. Dari sudut organisasi politik, negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik atau merupakan organisasi pokok dari kekuasaan politik. Sebagai organisasi politik negara Bidang Tata Negara berfungsi sebagai alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan antar manusia dan sekaligus menertibkan serta mengendalikan gejala–gejala kekuasaan yang muncul dalam masyarakat. Pandangan tersebut nampak dalam pendapat Roger H. Soltou dan Robert M Mac Iver. Dalam bukunya “The Modern State”, Robert M Mac Iver menyatakan : “Negara ialah persekutuan manusia (asosiasi) yang menyelenggarakan penertiban suatu masyarakat dalam suatu wilayah berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh pemerintah yang dilengkapi kekuasaan memaksa. Menurut RM Mac Iver, walaupun negara merupakan persekutuan manusia, akan tetapi mempunyai ciri khas yang dapat digunakan untuk membedakan antara negara dengan persekutuan manusia yang lainnya. Ciri khas tersebut adalah : kedualatan dan keanggotaan negara bersifat mengikat dan memaksa.
3. Negara sebagai organisasi kesusilaan
Negara merupakan penjelmaan dari keseluruhan individu. Menurut Friedrich Hegel : Negara adalah suatu organisasi kesusilaan yang timbul sebagai sintesa antara kemerdekaan universal dengan kemerdekaan individu. Negara adalah organisme dimana setiap individu menjelmakan dirinya, karena merupakan penjelmaan seluruh individu maka negara memiliki kekuasaan tertinggi sehingga tidak ada kekuasaan lain yang lebih tinggi dari negara. Berdasarkan pemikirannya, Hegel tidak menyetujui adanya : Pemisahan kekuasaan karena pemisahan kekuasaan akan menyebabkan lenyapnya negara. Pemilihan umum karena negara bukan merupakan penjelmaan kehendak mayoritas rakyat secara perseorangan melainkan kehendak kesusilaan. Dengan memperhatikan pendapat Hegel tersebut, maka ditinjau dari organisasi kesusilaan, negara dipandang sebagai organisasi yang berhak mengatur tata tertib dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, sementara manusia sebagai penghuninya tidak dapat berbuat semaunya sendiri.
4. Negara sebagai integrasi antara pemerintah dan rakyat
Negara sebagai kesatuan bangsa, individu dianggap sebagai bagian integral negara yang memiliki kedudukan dan fungsi untuk menjalankan negara.
Menurut Prof. Soepomo, ada 3 teori tentang pengertian negara:
1) Teori Perseorangan (Individualistik)
Negara adalah merupakan sauatu masyarakat hukum yang disusun berdasarkan perjanjian antar individu yang menjadi anggota masyarakat. Kegiatan negara diarahkan untuk mewujudkan kepentingan dan kebebasan pribadi. Penganjur teori ini antara lain : Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jacques Rousseau, Herbert Spencer, Harold J Laski.
2) Teori Golongan (Kelas)
Negara adalah merupakan alat dari suatu golongan (kelas) yang mempunyai kedudukan ekonomi yang paling kuat untuk menindas golongan lain yang kedudukan ekonominya lebih lemah. Teori golongan diajarkan oleh : Karl Marx, Frederich Engels, Lenin
3) Teori Intergralistik (Persatuan)
Negara adalah susunan masyarakat yang integral, yang erat antara semua golongan, semua bagian dari seluruh anggota masyarakat merupakan persatuan masyarakat yang organis. Negara integralistik merupakan negara yang hendak mengatasi paham perseorangan dan paham golongan dan negara mengutamakan kepentingan umum sebagai satu kesatuan. Teori persatuan diajarkan oleh : Bendictus de Spinosa, F. Hegel, Adam Muller
2. Fungsi Negara
1. Fungsi Pertahanan dan Keamanan
Negara wajib melindungi unsur negara(rakyat, wilayah, dan pemerintahan) dari segala ancaman, hambatan, dan gangguan, serta tantangan lain yang berasal dari internal atau eksternal. Contoh: TNI menjaga perbatasan negara
2. Fungsi Keadilan
Negara wajib berlaku adil dimuka hukum tanpa ada diskriminasi atau kepentingan tertentu. Contoh: Setiap orang yang melakukan tinfakan kriminal dihukum tanpa melihat kedudukan dan jabatan.
3. Fungsi Pengaturan dan Keadilan
Negara membuat peraturan-perundang-undangan untuk melaksanakan kebijakan dengan ada landasan yang kuat untuk membentuk tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsan dan juga bernegara.
4. Fungsi Kesejahteraan dan Kemakmuran
Negara bisa mengeksplorasi sumber daya alam yang dimiliki untuk meningkatkan kehidupan masyarakat agar lebih makmur dan sejahtera.
B. Konsep, Tujuan dan Fungsi Kekuasaan
1. Konsep Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah-lakunya seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah-laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.
Kekuasaan sosial terdapat dalam semua hubngan sosial dan dalam semua organisasi sosial, beberapa pendapat tokoh di bawah ini :
- Ossip K Flechtheim,
kekuasaan sosial adalah “keseluruhan dari kemampuan, hubungan-hubungan dan proses-proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain untuk tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemegang kekuasaan.
- Robert M. Mac Iver,
kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan jalan memberi perintah, maupun secara tidak langsung dengan menggunakan segala alat dan cara yang tersedia.
- Max Weber,
menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan: pertama dari perundang-undangan yakni kewenangan; kedua, dari kekerasan seperti penguasaan senjata; ketiga, dari karisma.
Kekuasaan Politik adalah “kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan sendiri”.
Ossip K. Flechtheim, membedakan dua macam kekuasaan politik, yakni:
1. Bagian dari kekuasaan sosial yang terwujud dalam negara (kekuasaan negara), seperti lembaga-lembaga pemerintahan DPR, Presiden dan sebagainya
2. Bagian dari kekuasaan sosial yang ditujukan kepada negara.
Ada beberapa pandangan mengenai arti kekuasaan, di antaranya :
a. Menurut Miriam Budiardjo,
kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku.
b. Menurut Ramlan Surbakti,
kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi.
c. Menurut Gibson,
kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk memperoleh sesuatu sesuai dengan cara yang dikehendaki.
d. Menurut Russel,
kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh, sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruh yang sebenarnya. Pada intinya, kekuasaan diartikan sebagai kapasitas yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku orang lain sesuai dengan yang diinginkannya.
2. Tujuan Kekuasaan
Pada hakikatnya, berbagai sistem kekuasaan yang dibentuk oleh manusia selalu bertujuan pada nilai-nilai kebaikan. Kesejahteraan, keadilan, persatuan dan keamanan adalah beberapa tujuan yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan kekuasaan diatas harus mencerminkan sikap yang berwatak protagonist (Baik). Kekuasaan berwatak protagonis adalah kekuasaan yang tidak dibangun berdasarkan sistem formalitas-elitis, protokoler, pengawalan, tidak dibangun berdasarkan fasilitas yang serba VVIP, tidak serba politis dimana setiap keputusan dan kebijakan yang diambil selalu mementingkan individu dan golongan, tidak berorientasi pada jabatan dan komisi-komisi, persentase dari proyek atau bila merujuk pada bahasa Anggelina Sondakh, ada apel Malang (Rupiah) dan apel Washington (Dollar). Kekuasaan yang berwatak protagonis dibangun berdasarkan penghambaan total kepada rakyat. Jujur, bersih, amanah, sederhana, pro rakyat bukanlah slogan pencitraan menjelang Pemilihan, tetapi bagian dari sikap yang harus dilakukan bila ingin kekuasaan berwatak protagonist.
3. Fungsi Kekuasaan
Kelembagaan Negara di Indonesia dapat di bagi menjadi tiga yang masing-masing mempunyai kekuasaan khusus, yaitu :
1. Kekuasaan Legislatif (Rulemaking function / pembuatan undang-undang)
2. Kekuasaan Eksekutif (Rule application function / pelaksanaan undang-undang)
3. Kekuasaan Yudikatif (Rule adjudication function / pengadilan atas pelanggaran undang-undang)
Fungsi-fungsi kekuasaan legislatif
Legislatif adalah struktur politik yang fungsinya membuat undang-undang. Di masa kini, lembaga tersebut disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia), House of Representative (Amerika Serikat), ataupun House of Common (Inggris). Lembaga-lembaga ini dipilih melalui mekanisme pemilihan umum yang diadakan secara periodic dan berasal dari partai-partai politik.
Melalui apa yang dapat kami ikhtisarkan dari karya Michael G. Roskin, et.al, termaktub beberapa fungsi dari kekuasaan legislatif sebagai berikut : Lawmaking, Constituency Work, Supervision and Critism Government, Education, dan Representation.
Lawmaking adalah fungsi membuat undang-undang. Di Indonesia, undang-undang yang dikenal adalah Undang-undang Ketenagakerjaan, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang Guru Dosen, Undang-undang Penanaman Modal, dan sebagainya. Undang-undang ini dibuat oleh DPR setelah memperhatikan masukan dari le. masyarakat.
Constituency Work adalah fungsi badan legislatif untuk bekerja bagi para pemilihnya.
Supervision and Critism of Government, berarti fungsi legislative untuk mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang oleh presiden/perdana menteri, dan segera mengkritiknya jika terjadi ketidaksesuaian.
Education adalah fungsi DPR untuk memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Anggota DPR harus member contoh bahwa mereka adalah sekadar wakil rakyat yang harus menjaga amanat dari para pemilihnya.
Representation, merupakan fungsi dari anggota legislative untuk mewakili pemilih. Seperti telah disebutkan, di Indonesia, seorang anggota dewan dipilih oleh sekitar 300.000 orang pemilih. Nah, ke-300.000 orang tersebut harus ia wakili kepentingannya di dalam konteks negara.
Fungsi-fungsi Kekuasaan Eksekutif
Eksekutif adalah kekuasaaan untuk melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh Legislatif. Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya adalah : Chief of state, Head of government, Party chief, Commander in chief, Chief diplomat, Dispenser of appointments, dan Chief legislators.
Head of Government, artinya adalah kepala pemerintahan. Presiden atau Perdana Menteri yang melakukan kegiatan eksekutif sehari-hari. Misalnya mengangkat menteri-menteri, menjalin perjanjian dengan Negara lain, terlibat dalam keanggotaan suatu lembaga internasional, menandatangi surat hutang dan pembayarannya dari lembaga donor, dan sejenisnya.
Party Chief berarti seorang kepala eksekutif sekaligus juga merupakan kepala dari suatu partai yang menang pemilu. Fungsi sebagai ketua partai ini lebih mengemuka di suatu Negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Di dalam system parlementer, kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri yang berasal dari partai yang menang pemilu.
Commander in Chief adalah fungsi mengepalai angkatan bersenjata. Presiden atau perdana menteri adalah pimpinan tertinggi angkatan bersenjata. Seorang presiden atau perdana menteri, meskipun tidak memiliki latar belakang militer memiliki peran ini. Namun, terkadang terdapat pergesekan dengan pihak militer jika yang menjadi presiden ataupun perdana menteri adalah orang bukan kalangan militer.
Chief Diplomat, merupakan fungsi eksekutif untuk mengepalai duta-duta besar yang tersebar di perwakilan Negara di seluruh dunia. Dalam pemikiran trias politika John Locke, termaktub kekuasaan federatif, kekuasaan untuk menjalin hubungan dengan negara lain.
Dispenser of Appointment merupakan fungsi eksekutif untuk menandatangani perjanjian dengan Negara lain atau lembaga internasional. Dalam fungsi ini, penandatangan dilakukan oleh presiden, menteri luar negeri, ataupun anggota-anggota cabinet yang lain, yang diangkat oleh presiden atau perdana menteri.
Chief Legislation, adalah fungsi eksekutif untuk mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang. Meskipun kekuasaan membuat undang-undang berada di tangan DPR, tetapi di dalam sistem tata Negara dimungkinkan lembaga eksekutif mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang oleh sebab tantangan riil dalam implementasi suatu undang-undang banyak ditemui oleh pihak yang sehari-hari melaksanakan undang-undang tersebut.
Fungsi-fungsi Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan Yudikatif berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun memberi sanksi atas setiap pelanggaran atasnya. Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa dispesifikasikan kedalam daftar masalah hukum berikut :
Criminal law (petty offense, misdemeanor, felonies); Civil law (perkawinan, perceraian, warisan, perawatan anak); Constitution law (masalah seputan penafsiran kontitusi); Administrative law (hukum yang mengatur administrasi negara); International law (perjanjian internasional).
Criminal Law penyelesaiannya biasanya dipegang oleh pengadilan pidana yang di Indonesia sifatnya berjenjang, dari Pengadilan Negeri (tingkat kabupaten), Pengadilan Tinggi (tingkat provinsi, dan Mahkamah Agung (tingkat nasional).
Civil law juga biasanya diselesaikan di Pengadilan Negeri, tetapi khusus umat Islam biasanya dipegang oleh Pengadilan Agama.
Constitution Law kini penyelesaiannya ditempati oleh Mahkamah Konstitusi. Jika individu, kelompok, lembaga-lembaga negara mempersoalkan suatu undang-undang atau keputusan, upaya penyelesaian sengketanya dilakukan di Mahkamah Konstitusi.
4. Pembatasan Kekuasaan
Dalam mengadakan pembedaan fungsi-fungsi kekuasaan itu adalah Montesquieu dengan teori Trias Politica-nya,yaitu cabang kekuasaan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Menurut Montesquie, dalam bukunya “L’Spirit des Louis” (1948) dalam tiga cabang yaitu; kekuasaan Legislatif sebagai pembuat undang-undang, kekuasaan Eksekutif yang melaksanakan undang-undang serta kekuasaan Yudikatif untuk mengadili ataupun menghakimi dan mengawasi berjalannya undang-undang. Montesquieu melihat bahwa dengan adanya pembagian atau pemisahan kekuasaan maka akan ada keterjaminan pemenuhan hak asasi manusia setiap warga Negara.
Selain teori yang dikemukakan oleh montesquieu, sarjana Belanda Van Vollen Hoven juga mengemukakan teori pembagian kekuasaan, yaitu membagi fungsi kekuasaan ke dalam 4 fungsi yang kemudian biasa disebut dengan “Catur Praja” , sebagai berikut:
1) Regeling (Pengaturan) yang kurang lebih identik dengan fungsi legislative menurut montesquie.
2) Bestuur, yang identik dengan fungsi pemerintahan eksekutif
3) Rechtspraak (Peradilan).
4) Politie yang menurutnya merupakan fungsi untuk menjaga ketertiban dalam masyarakat (Social Orde) dan peri kehidupan bernegara.
5 Pembagian dan Pemisahan Kekuasaan
Istilah pemisahan kekuasaan dalam bahasa indonesia merupakan terjemahan perkataan separation of power berdasarkan teori trias politika. Pada teori ini sesungguhnya lembaga-lembaga negara harus dibedakan dan dipisahkan secara struktural dalam organ-organ yang tidak saling mencampuri urusan masing-masing. Terkait tentang pembagian ataupun pemisahan kekuasaan di Indonesia telah disusun secara sistematis didalam konstitusi negara Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Setelah UUD 1945 mengalami empat kali perubahan dapat dikatakan bahwa sistem konstitusi telah menganut doktrin pemisahan kekuasaan secara nyata. Beberapa bukti mengenai hal ini antara lain:
a. Adanya pergeseran kekuasaan legislatif dari presiden ke DPR.
b. Diadopsikannya sistem pengujian konstitutional atas undang-undang sebagai produk legislatif oleh Mahkama Konstitusi.
c. Adanya hubungan-hubungan antar lembaga negara saling mengendalikan satu sama lain dengan prinsip checks and balances.
Disamping terkait dengan (Seeparation of power) dan pembagian kekuasaan (division of power) dan pembagian kekuasaan juga dikaitkan dengan desentralisasi dan dekonsentrasi kekuasaan. Menurut Hoogerwarf, desentralisasi merupakan pengakuan atau penyerahan wewenang oleh badan-badan publik yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah kedudukannya untuk secara mandiri dan berdasarkan kepentingan sendiri mengambil keputusan dibidang pengaturan dan pemerintahan. Lalu, desentralisasi dalam pengertian dekonsentrasi merupakan pelimpahan beban tugas dari pemerintah pusat kepada wakil pemerintah pusat di daerah tanpa diikuti oleh pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan.
Jika dikelompokkan, desentralisasi itu dapat dibedakan ke dalam dua kelompok besar, yaitu :
1) Dekonsentrasi yang merupakan ambtelijke decentralisie atau administrasi administrative.
2) Desentralisasi Politik dalam hubungannya dengan bidang kajian hukum administrasi Negara dan hukum tata Negara.
Pada hakikatnya, desentralisasi itu sendiri dapat dibedakan dari segi karakteristiknya, yaitu sebagai berikut.
1) Desentralisasi territorial, yaitu penyerahan urusan pemerintahan atau pelimpahan wewenang untuk menyelenggarakan suatu urusan pemerintahan dari pemerintah yang lebih tinggi kepada unit organisasi pemerintah yang lebih rendah
2) Desentralisai fungsional, yaitu penyerahan urusan-urusan pemerintahan atau pemerintahan yang lebih tinggi kepada unit-unit pemerintah yang lebih rendah
3) Desentralisasi politik, yaitu pelimpahan wwenang yang menimbulkan hak untuk mengurus diri bagi kepentingan rumah tangga sendiri.
4) Desentralisasi budaya, yaitu pemberian hak kepada golongan tertentu untuk menyelenggarakan kegiatan kebudayaannya sendiri.
5) Desentralisasi ekonomi, yaitu pelimpahan kewenangan dalam penyelenggaraan ekonomi
6) Desentralisasi administrative, pengertiannya identik dengan dekonsentrasi
Keenam karakteristik desentralisasi tersebut dapat dikaitkan dengan tujuan dan manfaat yang diperoleh dengan diterpakannya kebijakan desentralisasi dan dekonsentrasi yang pada pokoknya merupakan kebijakan yang diperlukan untuk mengatasi kecendrungan terjadinya penumpukkan kekuasaan di satu pusat kekuasaan.
C. Cabang-Cabang Kekuasaan
1. Kekuasaan Legislatif
Kekuasaan legislatif artinya adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang ataupun tata peraturan pada suatu negara.
Fungsi kekuasaan Legislatif antara lain:
1. Fungsi Pengaturan (Legislasi)
Fungsi pengaturan berkenaan dengan kewenangan untuk menentukan peraturan yang mengikat warga negara dengan norma-norma hukum yang mengikat dan membatasi.
Cabang kekuasaan legislatif adalah cabang yang pertama-tama mencerminkan kedaulatan rakyat. Ada 3 hal penting yang harus diatur oleh para wakil rakyat melalui parlemen, yaitu :
1). Pengaturan yang dapat mengurangi hak dan kebebasan warga negara
2) Pengaturan yang dapat membebani harta kekayaan warga negara
3) Pengaturan mengenai pngeluaran-pengeluaran oleh penyelenggara negara
Fungsi legislatif juga menyangkut empat bentuk kegiatan :
1. Prakarsa pembuatan undang-undang (Legislative Initiation)
2. Pembahasan rancangan undang-undang (Law Making Process)
3. Persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang (Law Enactment Approved)
4. Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau persetujuan internasional dan dokumen-dokumen hukum yang mengikat lainnya. (Binding decision making international agreement and treaties or other legal binding document)
b. Fungsi Pengawasan (control)
Lembaga perwakilan rakyat diberikan kewenangan untuk melakukan kontrol dalam tiga hal, yaitu :
1. Kontrol atas pemerintahan (control of executive)
2. Kontrol atas pengeluaran (control of expenditure)
3. Kontrol atas pemungutan pajak (control of taxation)
Bahkan secara teoritis, jika dirinci fungsi-fungsi kontrol atau pengawasan oleh parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat dapat dibedakan, yaitu :
1. Pengawasan terhdap penentuan kebijakan (control of policy making)
2. Pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan (control of policy executing)
3. Pengawasan terhadap penganggaran dan belanja negara (control of budgeting)
4. Pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran dan belanja negara (control of budget implementation)
5. Pengawasan terhadap kinerja pemerintah (control of goverment performances)
6. Pengawasan terhadap pengangkatan pejabat publik (control of politixal appointment of public officials) dalam bentuk persetujua atau penolakan, atau dalam bentuk pemberian pertimbangan.
c. Fungsi Perwakilan (representasi)
Dalam fungsi perwakilan (represetasi) dibedakan dalam pengertian :
1. bersifat formal yaitu, keterwakilan yang dipandang dari segi kehadiran fisik.
2. bersifat substantif yaitu, perwakilan atas dasar aspirasi atau idea.
Sistem perwakilan dipraktekan diberbagai negara demokrasi antara lain :
1. Sistem perwakilan politik (political representation)
2. Sistem perwakilan teritorial (territorial atau regional represetation)
3. Sistem perwakilan fungsional (functional representation)
d. Fungsi Deliberasi dan Resolusi Konfflik :
a. Perdebatan publik dalam rangka rule and policy making
b. Perdebatan dalam rangka penjalankan pengawasan
c. Menyalurkan aspirasi dan kepentingan yang beraneka ragam
d. Memberikan solusi saluran damai terhadap konflik
2. Kekuasaan Eksekutif
a. Sistem Pemerintahan
cabang kekuasaan eksekutif adalah cabang kekuasaan yang memegang kewenangan administrasi pemerintahan negara yang tertinggi. Ada tiga sistem pemerintahan negara yaitu:
a. Sistem Pemerintahan Presidentil
b. Sistem Pemerintahan Parlementer atau Sistem Kabinet
c Sistem Campuran
Sistem pemerintahan dapat dikatakan presidentil apabila :
1. Kedudukan kepala negara tidak terpisah dari jabatan kepala pemerintahan.
2. Kepala negara tidak bertanggung jawab kepada parlemen, melainkan langsung bertanggung jawab kepada rakyat yang memilihnya.
3. Presiden tidak berwenang membubarkan parlemen.
4. Kabinet sepenuhnya bertanggung jawab kepada presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara atau sebagai administrator yang tertinggi.
Sistem pemerintahan dikatakan bersifat parlementer apabila :
1. Sistem kepemimpinannya terbagi dalam jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan sebagai dua jabatan yang terpisah.
2. Sistem pemerintahan yang ditentukan dan dipertanggung jawabkan kepada parlemen.
3. Kabinet dapat dibubarkan apabila tidak mendapat dukungan parlemen.
4. Parlemen dapat dibubarkan oleh kepala negara apabila dianggap tidak dapat memberikan dukungan kepada pemerintah.
b. Kementerian Negara
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Dalam suatu kementerian terdapat menteri yang memimpin kementerian tersebut sekaligus pihak yang bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian berada di ibu kota negara dan berada di bawah Presiden.
Tugas kementerian negara
Kementerian negara memiliki beberapa tugas, yaitu:
1. Mengikuti dan mengkoordinasi pelaksanaan kebijakan dan program yang sudah diletakkan pada bidang tertentu yang menjadi ranah dan tanggung jawab.
2. Menampung berbagai masalah yang muncul dan mengusahakan penyelesaian masalah dengan mengikuti semua perkembangan keadaan dibidang yang membutuhkan koordinasi.
3. Melakukan koordinasi dengan berbagai direktur jenderal dan pemimpin lembaga lain untuk bekerja sama dalam menyelesaikan berbagai masalah. Terlebih yang berkaitan dengan lembaga atau bidang dalam negara.
Fungsi kementerian negara
Fungsi kementerian negara terbagi menjadi beberapa yaitu:
1. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan kementerian atau lembaga yang terkait dengan isu di bidangnya.
2. Pengendalian pelaksanaan kebijakan kementerian atau lembaga yang terkait dengan isu di bidangnya.
3. Berkoordinasi melaksanakan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan bidangnya.
4. Pengelolaan barang milik atau kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab bidangnya.
5. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan bidangnya. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden.
Kekuasaan Yudikatif
a. Kedudukan Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan kehakiman merupakan pilar ketiga dalam sistem kekuasaan negara modern. Dalam bahasa Indonesia disebut kekuasaan yudikatif dari istilah belanda judicatief dalam bahasa Inggris biasanya dipakai istilah judicial, judiciary ataupun judicature.
Pengadilan tingkat pertama dan kedua dalam keempat lingkungan peradilan tersebut adalah:
1. Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) dalam lingkungan peradilan umum
2. Pengadilan Agama (PA) dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) dalam lingkungan peradilan agama
3. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam lingkungan peradilan tata usaha negara
4. Pengadilan Militer (PM) dan Pengadilan Tinggi Militer dalam lingkungan peradilan militer
Disamping itu, dikenal pula beberapa pengadilan khusus, baik yang bersifat tetap ataupun Ad Hoc, yaitu :
1. Pengadilan Hak asasi Manusia
2. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
3. Pengadilan Niaga
4. Pengadilan Perikanan
5. Pengadilan Anak
6. Pengadilan Hubungan Kerja Indutrial
7. Pengadilan Pajak
8. Mahkamah Syai’ah Propinsi Nanggoe Aceh Darussalam
Beberapa Prinsip Pokok Kehakiman
Secara umum dapat dikemukakkan ada dua prinsip yang biasa dipandang sangat pokok dalam sistem peradilan, yaitu : the principle of judicial independence dan the principle of judicial impartiality. Dalam The Bangalore Principle itu, tercantum adanya enam prinsip penting yang harus dijadikan pegangan bagi para hakim didunia yaitu :
1. Independensi (independence principle)
independensi hakim merupakan jaminan bagi tegaknya hukum dan keadilan, dan persyaratan bagi terwujudnya cita-cita negara hukum.
2. Ketidakberpihakkan (impartiality principle)
merupakan prinsip yang melekat dalam hakikat fungsi hakim sebagai pihak yang diharapkan memberikan pemecahan terhadap setiap perkara yang diajukan kepadanya.
3. Integritas (integrity principle)
Merupakan sikap batin yang mencerminkan keutuhan dan keseimbangan kepribadian setiap hakim sebagai pribadi dan sebagai pejabat negara dalam menjalankan jabatannya.
4. Kepantasan dan Kesopanan (propriety principle)
Merupakan norma kesusilaan pribadi dan kesusilaan antar pribadi yang tercermin dalam perilaku setiap hakim, baik sebagai pribadi maupun sebagai pejabat negara dalam menjalankan tugas profesionalnya, yang menimbulkan rasa hormat, kewibaan dan kepercayaan.
5. Kesetaraan (equality principle)
merupakan prinsip yang menjamin perlakuan yang sama terhadap semua orang berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lain.
6. Kecakapan dan Keseksamaan (competence and diligence principle)
merupakan prasyarat penting dalam pelaksanaan peradilan yang baik dan terpercaya.
Komentar